InfoGlobalSeru.Blogspot.Com - Banyak orang sudah mencoba membuktikan keberadaan dunia tak kasat mata, tapi tidak ada satupun yang berhasil membuktikannya. Namun, ada temuan tertulis beberapa suku di Amerika Selatan yang mampu menyadari dan merasakan kehadiran para roh dengan cara upacara minum anggur.
Ada sebuah tanaman anggur rambat yang disebut Banisteriopsis caapi oleh para ahli botanist di hutan Amazon sana yang bila direbus batangnya dan diracik dengan bahan alamiah lainnya akan menghasilkan minuman halusinogen yang disebut Yaje ( dibaca : ya-hei ) atau Ayahuasca - Anggur bagi sang Jiwa. Ayahuasca adalah campuran tanaman Amazon yang mampu mengubah keadaan menginduksi kesadaran, biasanya efek dari Ayahuasca ini bertahan antara 4 sampai 8 jam setelah dikonsumsi.
Bahan utama teh hutan ini adalah pohon anggur, Banisteriopsis caapi. bahan-bahan lainnya adalah chacruna ( Psychotria viridis ) atau chagropanga ( Diplopterys cabrerana), tumbuh-tumbuhan yang mengandung banyak Psychedelic Substance DMT.
Diceritakan bahwa dukun suku Amazon menggunakan minuman ini untuk menyembuhkan penyakit, mengendalikan cuaca, mencari benda yang hilang, bahkan untuk meramal masa depan. Misteri ini bertahun-tahun diteliti oleh para ilmuwan untuk mencari tahu kebenarannya.
Tidak ada yang tahu pasti berapa lama minuman ini telah digunakan. Kontak pertama yang tercatat oleh peneliti Barat dengan Ayahuasca dibuat pada tahun 1851 oleh Richard Spruce, Ethnobotanist yang terkenal dari Inggris. Ketika mempertimbangkan bukti-bukti arkeologi penggunaan tanaman asli yang sebanding, tampaknya mungkin bahwa tanggal penggunaannya kembali ke setidaknya dua ribu tahun yang lalu.
Suku terdalam Amazon sudah menganggap suci upacara minum Yaje. Setelah mengkonsumsi Yaje, biasanya mereka akan merasakan satu atau beberapa gejala, mulai dari pusing, berkeringat, mual, muntah, diare, mengalirnya lendir dari hidung, dihantui rasa takut, dan dorongan bertindak agresif. Tapi setelahnya, Sungguh luar biasa, pemakai akan merasa berpindah ke dunia maya tanpa batas yang menakjubkan, sejelas pemandangan dalam kehidupan nyata.
Demikian juga pada sang dukun pemimpin upacara. Berkat rohnya yang bebas menjelajah, ia mampu melihat dan berkomunikasi dengan nenek moyangnya, para dewa, roh berbagai binatang, bahkan manusia prasejarah. Terbuka pula kesempatan baginya untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, mulai dari pemahaman terhadap alam semesta hingga jawaban atas bermacam-macam teka-teki tertentu.
Diantaranya, untuk mengetahui pengobatan yang harus diberikan terhadap pasien, mengetahui ciri-ciri dan identitas pelaku kejahatan yang tak kunjung terungkap, menemukan barang-barang yang hilang, menentukan daerah perburuan, atau menemukan jalan keluar atas masalah yang dialami masyarakatnya.
Yang luar biasa, ia juga mampu melihat ke masa depan. Dukun yang terlatih tak hanya bisa mengatur kemampuan pandangnya sendiri, juga dapat melihat gambaran yang dilihat oleh muridnya, ataupun orang biasa sesama peserta upacara Yaje. Bahkan ia bisa saja memanfaatkan kebebasannya untuk menyusup ke dalam tubuh hewan tertentu.
Akibat lain adalah memberikan kemampuan "terbang". Meski mungkin bukan dalam arti harafiah. Namun terkadang, dengan penjelasan yang sangat meyakinkan, banyak orang percaya apa adanya. Merasa bisa terbang sebenarnya sebuah fenomena yang sudah sering kali terdengar. Coba saja, bukankah sampai kini gambaran penyihir menunggang sapu terbang tetap hidup?
Diperkirakan, halusinasi "terbang" itu akibat olesan ajaib yang diberikan di tubuh yang meresap ke dalam tubuh melalui luka di kulit. Masalahnya, bila tak ada luka di kulit, obat ajaib itu tentu harus dimakan. Namun, berhubung rasanya tidak enak, maka hanya ada satu cara memasukkan obat itu ke dalam tubuh yaitu melalui liang peranakan. Bisa jadi dari sini muncul gagasan samaran tukang sihir yang duduk di atas sapu terbang itu.
Pengalaman supranatural bukanlah monopoli dukun. Bahkan Yaje pun demikian populer di luar kalangan masyarakat Amazon. Ahli dari Harvard, Wade Davis, pernah tinggal di Amazon selama lebih dari setahun atas permintaan Profesor Richard Evans Schultes, perintis dan pakar yang masyhur dalam psikofarmakologi ( ilmu yang mempelajari zat-zat halusinogen ). Dari sang Profesor ia mendapatkan beberapa tips yang salah satunya adalah untuk "jangan pernah pulang sebelum mencoba Yaje".
Bagi beberapa kelompok masyarakat di Amazon, minum sedikit Yaje biasa mereka lakukan di banyak kesempatan dengan beragam tujuan. Bagi mereka, Yaje adalah "obat" yang potensial mengobati gangguan fisik dan mental. Bagi Prajurit, efek agresivitasnya dinilai sangat bermanfaat di medan perang. Sedangkan dengan sedikit menggunakan Yaje para pemburu merasa nalurinya lebih tajam dan kemampuan pandang di malam hari meningkat. Tentu saja karena terbukti Yaje memperbesar pupil mata.
Suku Amahuaca yang terkenal ahli berburu menghubungkan kepekaan mereka saat berburu dengan kemampuan melihat roh binatang setelah minum Yaje sehingga mereka bisa mempelajari gerakan dan kebiasaan hewan buruannya. Sedangkan suku Tukanoan menggunakan Yaje untuk berkomukasi dengan nenek moyang mereka dan menjelajahi langit. Dalam catatan Davis untuk Richard Evans Schultes tentang suku Kofan, "Yaje adalah sumber semua pengetahuan pada seluruh masyarakat. Minum Yaje berarti belajar. Dari sinilah setiap orang peroleh kekuatan dan tuntunan hidup".
Sebagian besar pengalaman di bawah pengaruh Yaje itu sebenarnya bisa diterima akal karena cocok dengan latar belakang keyakinan budaya dan kemauan subjektif yang kuat dari si pelaku. Namun, ada beberapa aspek aneh yang sulit dimengerti.
Bila kebanyakan halusinogen menghasilkan gambaran yang sangat variatif antara satu orang dengan yang lainnya, tidak demikian dengan Yaje. Bahkan pada pemakai baru yang tidak mengenal baik tradisi budaya suku Amerika Selatan, Yaje juga memberikan gambaran halusinasi yang sama, berupa harimau atau ular besar.
Kenyataan ini sudah lama menjadi tanda tanya bagi para psikolog. Ada yang berpendapat, gambaran ini mungkin akibat simpanan memori yang diturunkan secara genetis, berupa isyarat rasa takut yang tertanam jauh di dalam gen manusia, yang dimunculkan kembali oleh Yaje.
Ketika gambaran perjalanan Yaje dituangkan dalam bentuk lukisan oleh seniman lokal, gambar-gambar yang dihasilkan seperti sudah standar. Seorang ahli etnobotanist malah berpendapat "Orang yang melihat seniman sedang melukis atau cukup hasil karyanya akan berkomentar, "Oh, ini gambar yang dilihat setelah meminum tiga gelas Yaje" atau berangkali dua, atau empat gelas.
Penglihatan akibat Yaje punya kesamaan lain. Orang yang mengalaminya dapat memasukkan pikirannya ke benak orang atau mahluk lain. Kemampuan itu berasal dari senyawa dalam anggur Banisteriopsis yang sekarang disebut harmine. Pantaslah semula mereka menjulukinya telepathine. Wade Davis pun tak heran, dukun mampu menyihir binatang di hutang untuk datang menyerahkan diri sebagai hewan persembahan.
Ahli psikofarmakologi yang telah menyelidiki obat DMT ( terkandung dalam tanaman lain untuk membuat Yaje dan menjadi aktif bila diminum dengan harmine ), mencatat sejumlah laporan mengenai "bahasa gambar" penyampaian isi pikiran, konsep, dan kata-kata dalam wujud gambar tiga dimensi.
Tak heran bila kemudian orang zaman dulu yakin, halusinogen pada tanaman dan jamur memang mengandung kekuatan supranatural. Di masyarakat suku tradisional tertentu, kepercayaan itu sampai kini tetap bertahan.
Dari mana pun asalnya, halusinogen tampaknya memang bertindak sebagai pemicu munculnya pengalaman dan kemampuan perseptif yang potensinya sudah ada di otak. Buktinya, praktik dukun misalnya tidak selalu tergantung pada obat-obatan. Banyak dukun mendapatkan kondisi "tak sadar" cukup dengan memukul genderang. Irama genderang yang berulang dalam jangka waktu lama akan mengganggu sirkuit otak sehingga menyebabkan perubahan indera penerimaan yang tidak berbeda jauh dengan yang dibangkitkan oleh zat-zat psikoaktif. Hal yang sama sebenarnya juga dilakukan mereka yang mempraktikkan meditasi, tari-tarian yang hiruk pikuk, mantera meditasi, ataupun berpuasa dengan tujuan meningkatkan kemampuan mental mereka.
Melihat suara
Kondisi khusus di mana orang bisa memproyeksikan pikirannya pada orang lain, sebenarnya dapat dijelaskan dengan ringkas. Banyak halusinogen dikenal sebagai penyebab berbagai tahap synaesthesia, yaitu terbentuknya gambaran menurut indera tertentu akibat ransangan indera lain. Dalam kondisi orang bisa mengaku mampu "mendengar" warna "mengecap" bentuk, ataupun "melihat" suara. Selama upacara Yaje, seorang dukun biasanya menyanyi. melalui respon synaesthesia, peserta upacara mungkin saja dengan gamblang "melihat" semua lirik lagu dalam bentu benda tiga dimensi.
Pada beberapa orang, synaesthesia malah merupakan kemampuan permanen, semacam indera tambahan yang dibawa sejak lahir. Dalam penyelidikan tentang synaesthesia, ditemukan bahwa ada keseragaman dalam indera penerimaan mereka. Not B-mol, misalnya selalu memunculkan warna hijau, sedangkan A-kruis dikenali sebagai kuning. Hasil lainnya adalah synaesthesia sering muncul dalam satu garis keluarga, meski para peneliti masih belum memahami dengan tepat bagian apa dalam gen yang menyebabkannya. Namun, ada kemungkinan lain, siapa tahu synaesthesia bukanlah bakat aneh, namun potensi yang terdapat pada manusia umum. Mereka yang mampu mengalami synaesthesia barangkali tidak mempunyai zat dalam gen yang mampu menghambat munculnya kemampuan itu.
Maka wajar bila ada dugaan, warna-warni zat yang dicoretkan pada wajah ataupun kostum peserta upacara masyarakat tradisional sesungguhnya adalah refleksi riil dalam proses synaesthesia.
Serupa menjelang tidur
Perubahan kesadaran sesungguhnya sering terjadi dalam berbagai tingkat tidur. Begitu seseorang berpindah dari kondisi sadar menjadi tidur, ia memasuki kondisi hyponogogic, di mana pola paling umum yang terlihat adalah bentuk-bentuk geometris. Semua ini juga terjadi bila orang mengkonsumsi obat halusinogen. Reaksi ini muncul karena adanya letupan sel secara acak di sistem saraf akibat gangguan alamiah di otak saat kondisi sadar normal mulai hilang. Selain itu, banyak pula yang juga melihat bayangan wajah berkelebat, "mendengar" namanya dipanggil-panggil, mendengar bunyi-bunyian secara acak atau potongan bagian musik, percakapan atau pembacaan puisi. Bahkan meski sedikit mencium aroma bunga atau makanan.
Sebaliknya, pada periode antara tidur dan sadar kembali, pikiran berada dalam kondisi hypnopompic. Orang yang merasakannya serasa mengalami "mimpi sadar", mimpi yang meramalkan keadaan di masa depan.
Lepas dari fakta bahwa banyak halusinogen mendatangkan pengalaman "seperti mimpi", banyak mimpi yang mendatangkan pengalaman khas halusinogen indera makin kuat, bahkan beberapa mimpi bisa mendatangkan kebijaksanaan dan perasaan "menyatu" dengan alam semesta.
Sedangkan fenomena mimpi seperti akibat halusinogen yang sering disebut "mimpi tinggi", semula diasumsikan terbatas terjadi pada orang yang pernah menggunakan obat-obatan psikoaktif. Jadi, mimpi itu semacam "memanggil" kembali pengalaman yang pernah dialaminya.
Namun, penelitian lebih lanjut mengungkapkan sejumlah kasus di mana tanpa obat pun pelaku tetap dapat merasakan "mimpi tinggi". Sedangkan pengguanan halusinogen setelahnya menghasilkan laporan, hanya sedikit perbedaan antara kedua pengalamannya dengan atau tanpa obat. Kesimpulannya, halusinogen tidak memberikan pengalaman, tapi hanya memicu potensi yang telah ada dalam pikiran.
Selama ini orang sering menganggap pengalaman halusinogen dan mimpi biasa nilainya tetap lebih rendah dibandingkan pengalaman "nyata". Tapi ada pendapat, tidakkah pengalaman dalam kondisi mental berubah tadi justru salah satu cara membebaskan manusia dari pola pikir yang kaku? Bukankah dalam kondisi ini kita mmapu mengakses semua jenis kemampuan kita yang tersembunyi, bahkan yang belum kita pahami?
Banyak antropolog yakin mula-mula halusinogen digunakan untuk memperkenalkan manusia pada dunia mistis, dunia roh, kemampuan magis, dan pengetahuan tentang dunia maya yang lain. Namun, ada pula yang berpendapat, zat halusinogen alami itu memegang peran penting dalam evolusi kemampuan pikir manusia.
No comments:
Post a Comment